Meisya Naura Citra Larasati (22) - "AI dan Desinformasi : Bagaimana AI digunakan untuk membuat deepfake atau berita palsu, serta dampaknya pada masyarakat dan kepercayaan publik"
Di era digital saat ini, siapa yang tidak mengenal Artificial Intelligence atau yang biasa disebut ‘AI’? AI ini sudah digunakan di berbagai macam teknologi di dunia. AI juga banyak sekali jenisnya, salah satu yang akan dibahas yaitu Deepfake.
Deepfake pertama kali muncul pada tahun
2017 dan sejak itu menarik perhatian dunia. Deepfake ini awalnya digunakan
untuk mengganti wajah aktor di film illegal. Namun seiring waktu, teknologi ini
terus berkembang dan menjadi sebuah ancaman yang serius pada keamanan dan
kepercayaan publik. Kecanggihan deepfake membuat mata manusia sulit membedakan
antara konten yang asli dan palsu, sehingga deepfake ini sering disalahgunakan
untuk menyebarkan hoax.
Deepfake merupakan gabungan dari kata Deep
learning dan Fake. Hal tersebut merujuk ke teknik pembuatan konten palsu yang
menggunakan AI. Deepfake merupakan jenis
AI yang sering digunakan untuk membuat foto, audio, dan video “palsu” yang
terlihat maupun terdengar meyakinkan. Deepfake biasanya menggunakan algoritma
machine learning yang disebut Generative Adversarial Networks (GAN)
untuk "mempelajari" dan meniru gerak tubuh, ekspresi wajah, hingga
suara seseorang dalam video atau audio, membuatnya tampak seolah-olah orang
tersebut benar-benar berkata atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak
pernah terjadi. Dengan algoritma
pemrosesan bahasa alami (NLP), AI dapat menghasilkan teks yang terlihat dan
terdengar kredibel. Teknologi ini mempermudah pembuatan berita palsu dengan
tampilan profesional, sehingga banyak orang terjebak untuk mempercayainya.
Kemajuan dalam teknologi kecerdasan buatan
(AI) telah menghadirkan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Namun, di balik
manfaatnya, teknologi ini juga memiliki potensi penyalahgunaan yang besar. Fenomena
gambar dan video palsu yang dibuat oleh AI tentu menjadi kekhawatiran publik,
khususnya bagi mereka yang aktif bersosial media. Tidak jarang, korbannya
mengalami stress karena mendapatkan reputasi buruk di lingkungan sosialnya.
Terlebih, kini masih banyak masyarakat yang mudah menerima informasi secara ‘mentah’
meski melalui sumber yang tidak kredibel.
Stanford University dalam publikasinya
menyatakan bahwa deepfake tidak hanya menimbulkan kebingungan, skeptisisme, dan
penyebaran informasi yang salah, tetapi juga berpotensi menimbulkan ancaman
terhadap privasi dan keamanan. Dengan kemampuan untuk menyamar sebagai siapa
pun secara meyakinkan, pelaku cybercrime dapat dengan mudah melancarkan
serangan phising, scamming, social engineering, identity thief, financial
fraud, dan bentuk modus kejahatan online lainnya. Deepfake berbahaya karena
dapat membuat orang percaya dan menganggap konten yang dihasilkan itu benar,
walaupun kenyataannya tidak.
Sumber :
Apa Itu Deepfake? Ketahui Cara Kerja dan
Bahayanya.
https://unair.ac.id/apa-itu-deepfake-ketahui-cara-kerja-dan-bahayanya/
Deepfake, Hiburan yang Bisa Memanipulasi.
https://arek.its.ac.id/hmsi/2024/08/16/deepfake-hiburan-yang-bisa-memanipulasi/
Penulis ; Meisya Naura Citra
Larasati/22/XII-10
Komentar
Posting Komentar